MAKALAH
MAKIYAH DAN MADANIYAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an
Dosen Pengampu: Drs. Imam Syuhadi, M.Pd.
Disusun Oleh :
Finna Roudlotun Nasihah
Yolanda Fifiana Dwi Mukti
INSTITUT AGAMA ISLAM NGAWI
FAKULTAS TARBIYAH
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang merupakan tugas kuliah Studi Al-Qur’an. Kami sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Al-Qur’an, Drs. Imam Syuhadi, M.Pd.dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih begitu banyak kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu kami sangat mengharap kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.
Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………….…..………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………....…………………… ii
BAB I…………………………………………………………….………….…..1
PENDAHULUAN……………………………….………...........…....................1
LATAR BELAKANG.….…....................................................................1
RUMUSAN MASALAH……….…....…………………....…......….......1
TUJUAN PENULISAN…………….…………………….....…..............1
MANFAAT PENULISAN………….………………………...............…2
BAB II……………………………………….………………….........….....……3
PEMBAHASAN…………………………….…………………........…...………3
PENGERTIAN MAKIYAH DAN MADANIYAH…................………..3
CARA MENGETAHUI AYAT DAN SURAT MAKIYAH MADANIYYAH………………..….…...…...….……...........….........…..5
KARAKTERISTIK MAKKIYAH DAN MADANIYYAH..…...............6
MACAM-MACAM SURAT MAKIYAH DAN MADANIYAH…........8
KEGUNAAN STUDI MAKKIYAH DAN MADANIYYAH.…............15
BAB III …………………………………………………………………….…...17
PENUTUP………………………………………………………………….…….17
KESIMPULAN……………………………………………………..…...17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..…..18 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mempelajari Al-Qur’an merupakan hal wajib bagi umat Islam. Dalam mempelajari tentang Al-Qur’an tentu tidak akan terlepas dari mempelajari ilmu Al – Qur’an itu sendiri. Pengetahuan tentang sejarah ilmu Al-Qur’an tentu juga akan mencangkup pembahasan mengenai tahap-tahap Al-Qur’an itu diturunkan. Dalam kita mempelajari tentang tahap-tahap Al-Qur’an diturunkan, tentu akan membuat kita mengenal tentang “Makiyyah” dan “Madaniyyah”
Istilah makiyyah dan madaniyyah dalam Studi Al-Qur’an menjadi sangat penting untuk kita pelajari. Karena dengan mengetahui tentang makiyyah dan madaniyyah dalam Studi Al-Qur’an, maka secara tidak langsung kita dapat memperdalam ilmu tentang Al-Qur’an khususnya pada tahapan-tahapan Al-Qur’an diturunkan.
Oleh sebab itu, pada pembahasan makalah ini, kita akan membahas tentang makiyyah dan madaniyyah, mulai dari pengertian hingga manfaat yang kita dapatkan bila kita memahami lebih jauh tentang makiyyah dan madaniyyah.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah yang dimaksud dengan makiyyah dan madaniyyah dalam studi Al-Qur’an?
Bagaimana cara mengetahui ayat-ayat dan surat makiyyah dan madaniyyah?
Surat dan ayat apakah yang termasuk golongan makiyyah dan madaniyyah?
Apa karakteristik makiyyah dan madaniyyah?
Apakah kegunaan studi makiyyah dan madaniyyah dalam penafsiran Al-Qur’an?
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui pengertian makiyyah dan madaniyyah.
Untuk mengetahui cara mengetahui surat dan ayat makiyyah dan madaniyyah.
Untuk mengetahui golongan surat dan ayat makiyyah dan madaniyyah.
Untuk mengetahui karakteristik makiyyah dan madaniyyah.
Untuk mengetahui kegunaan studi makiyyah dan madaniyyah.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan makalah ini yaitu selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an, penulis berharap dengan menulis kita dapat menambah kualitas keimanan kita, menambah wawasan dan semoga dapat bermanfaat di dunia dan akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAKIYAH DAN MADANIYAH
Secara umum, makiyyah adalah ayat-ayat dan surat yang di turunkan sebelum Rosululloh hijrah ke Madinah. Sedangkan Madaniyah adalah istilah yang diberikan untuk ayat-ayat atau surat yang di turunkan di madinah atau diturunkan setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan terminologi makkiyah dan madaniyah. Keempat perspektif tersebut ialah:
Dari segi masa turunnya (tartib zamany). Ada yang berkata: “makki yang turun sebelum Rasul hijrah ke Madinah walaupun turunnya bukan di kota Makkah. Madani yang turun sesudah hijrah walaupun di Makkah”.
Dari segi tempat turunnya (tahdid makany). Ada yang berkata: “makki ialah yang turun di Makkah, walaupun sesudah hijrah. Dan madani ialah yang turun di Madinah”.
Dari segi topik/tema yang dibicarakan (tahwil maudhu’i). Ada yang berkata: “makki ialah yang menjadi khitbah (ditujukan) kepada penduduk Makkah dan madani ialah yang menjadi khitbah (ditujukan) bagi penduduk Madinah”.
Dari segi orang-orang yang dihadapinya (ta’yin syakhsyi).
Dari perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut yang :
“Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Mekkah, sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyah walaupun turun di Mekkah atau di Arafah.”
Kelebihan teori ini adalah menurut para mufassir teori ini dianggap yang paling benar, sebab rumusannya mencakup seluruh ayat Alquran sehingga dapat dijadikan batasan/definisi. Sedangkan kelemahan teori ini adalah seringkali menyebabkan kejanggalan, sebab ayat yang nyata-nyata turun di Makkah dianggap Madaniyah hanya karena turunnya sesudah hijrah.
Dengan demikian, surat An-Nisa’ [4]:58 termasuk kategori madaniyyah kendatipun diturunkan di Mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota Mekah (Fath Makkah). Begitu pula, surat Al-Ma’idah [5]:3 termasuk kategori Madaniyyah kendatipun tidak diturunkan di Madinah karena ayat itu diturunkan pada peristiwa haji wada’.
Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminology di atas sebagai berikut yang :
“Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah, sedangakan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, quba’, dan Sul’a.”
Kelebihan teori ini adalah hasil rumusan pengertian Makki dan Madani jelas dan tegas. Kelemahan teori ini adalah tidak semua ayat turun di kedua tempat tersebut. Misalnya surat At-Taubah [9]:42 diturunkan di Tabuk, surat Az-Zukhruf [43]:45 diturunkan di tengah perjalanan antara Mekah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat definisi kedua, tidak dapat dikategorikan ke dalam Makkiyah dan Madaniyyah.
Dari prospektif pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua terminology di atas sebagai berikut.
“Makiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang Mekah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah.”
Kelebihan teori ini adalah rumusannya lebih mudah dimengerti, sebab dengan memakai kriteria khitab (ditujukan) lebih cepat dikenal. Sedangkan kelemahan teori ini adalah pengertiannya tidak dapat dijadikan batasan/definisi karena tidak bisa mencakup seluruh ayat Alquran. Kriterianya juga tidak dapat berlaku secara menyeluruh.
Pendefinisian di atas di rumuskan para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan ayat Al-Qur’an dimulai dengann ungkapan “ya ayyuha ala-naas” yang menjadi kriteria Makkiyah, dan ungkapan “ya ayyuha Al-ladziina” yang menjadi kriteria Madaniyyah. Namun tidak selamanya asumsi ini benar. Surat Al-baqarah [2] misalnya, termasuk kategori Madaniyyah, padahal di dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan “yaa ayyuha An-nas”. Lagi pula, banyak ayat Al-Qur’an yang tidak dimulai dengan dua ungkapan di atas.
Adapun pendefinisian Makkiyah dan Madaniyyah dar prespektif tema pembicaraan akan disinggung lebih terinci dalam uraian karakteristik kedua klasifikasi tersebut.
Kendatipun mengunggulkan pendefisian Makkiyyah dan Madaniyyah dari perspektif masa turun, Subhi Shalih melihat komponen-komponen serupa dalam tiga pendefinisian. Pada ketiga versi itu terkandung komponen masa tempat dan orang. Bukti lebih lannjut dari tesis Shalih di atas bisa dilihat dalam kasus surat Al-Mumtahana [60]. Bila dilihat dari prespektif tempat turun, surat itu termasuk Madaniyyah karena diturunkan sesudah peristiwa hijrah. Akan tetapi, dalam prespektif pembicaraan, surat itu termasuk Makkiyyah karena menjadi khitab bagi orang-orang mekah. Oleh karena itu, para sarjana muslim memasukkan surat itu ke dalam “Ma nuzila bi Al-Maidah wa hukmuhu Makki” (ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, sedangkan hukumnya termasuk ayat-ayat yang diturunkan di Mekah).
B. CARA MENGETAHUI AYAT DAN SURAT MAKIYAH MADANIYYAH
Dalam menetapkan mana ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk kategori Makkiyah dan Madaniyyah, para sarjana muslim berpegang teguh pada dua perangkat pendekatan.
Pendekatan Transmisi (Periwayatan)
Dengan perangkat pendekatan transmisi, para sarjana muslim merujuk kepada riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu, atau para generasi tabiin yang saling berjumpa dan mendengarkan langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an, termasuk di dalamnya adalah informasi kronologis Al-Qur’an. Dalam kitab Al-Intishar, Abu Bakar bin Al-Baqilani lebih lanjut menjelaskan: “pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyyah hanya bisa dilakukan pada otoritas sahabat dan tabiin saja.” Informasi itu tidak ada yang datang dari Rasulullah karena memang ilmunya tentang itu bukan merupakan kewajiban umat.
Seperti halnya hadis-hadis Nabi telah terekam dalam kodifikasi-kodifikasi kitab hadis, para sarjana muslim pun telah merekam informasinya dari para sahabat dan tabiin tentang Makkiyah dan Madaniyyah dalam kitab-kitab tafsir bi Al-natsur, tulisan-tulisan tentang asbab An-Nuzul, pembahasan-pembahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan jenis-jenis tulisan lainnya.
Otoritas para sahabat dan para tabiin dalam mengetahui informasi kronologi Al-Qur’an dapat dilihat dari statemen-statemennya. Dalam salah satu riwayat Al-Bukhari, Ibn Mas’ud, berkata : “Demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain-Nya, tidak ada satu pun dari kitab Allah yang turun, kecuali aku tahu untuk siapa dan di mana diturunkan. Seandainya aku tahu tempat orang yang lebih paham dariku tentang kitab Allah, pasti aku akan menjumpainya.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibn Abas berkata, “terdapat dua puluh surat yang diturunkan di Madinah, sedangkan jumlah surat sisanya di Mekah.” As-Suyuthi menyediakan beberapa lembar dalam kitab Al-‘Itqan-nya untuk merekam riwayat-riwayat dari sahabat dan tabiin mengenai perangkat periwayatan dalam mengetahui kronologis Al-Qur’an.
Pendekatan Analogi (Qiyas)
Ketika melakukan kategorisasi Makkiyah dan Madaniyyah, para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak dari cirri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian, bila dalam surat Makkiyyah terdapat sebuah ayat yang memiliki ciri-ciri khusus Madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat Madaniyyah. Tentu saja , para ulama telah menetapkan tema-tema sentral yang ditetapkan pula sebagai ciri-ciri khusus bagi kedua klasifikasi itu. Misalnya mereka menatapkan tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai cirri khusus Makkiyah; tema faraid dan ketentuan had sebagai ciri khusus Madaniyyah.
C. KARAKTERISTIK MAKKIYAH DAN MADANIYYAH.
Seperti yang telah diuraikan di atas, para sarjana muslim telah berusaha merumuskan cirri-ciri spesifikasi. Makkiyah dan Madaniyyah dalam menguraikan kronologis Al-Quran. Mereka mengajukan dua titik tekan dalam usahanya itu, yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis. Dari titik tekan pertama, mereka memformulasikan ciri-ciri khusus Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
Makkiyyah :
Di dalamnya terdapat ayat sajdah.
Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”
Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang di mulai dengan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”, kecuali dalam surat Al-Hajj [22], karena di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”
Ayat-ayat mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqarah [2].
Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah [2] dan Ali ‘Imran [3].
Madaniyyah
Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had.
Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut [29].
Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitabin.
Berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskan cirri-ciri spesifikasi Makkiyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
Makkiyah :
Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabianm penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka dan siksanya, surge dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi rasional dan naqli
Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan terhadap kriminalitas-kriminalitas yang dilakukan kelompok musyrikin, mengonsumsi harta anak yatim secara zalim serta uraian tentang hak-hak.
Menuturkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin
Ayat dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkataannya agak keras.
Banyak mengandung kata-kata sumpah.
Madaniyyah :
Menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan social, aturan-aturan pemerintahan menangani perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’.
Mengkhitabi ahli kitab Yahudi dan Nashrani dan mengajaknya masuk islam, juga menguraikan perbuatan meraka yang menyimpangkan kitab Allah dan menjauhi kebenaran serta perselisihannya setelah datang kebenaran
Mengungkap langkah-langkah orang-orang munafik
Surat dan sebagian ayat-ayatnya penjang-panjang serta menjelaskan hukum denganterang danmenggunakan ushlub yang terang pula
Ciri-ciri spesifik yang dimiliki Madaniyyah, baik dilihat dari perspektif antalogi ataupun tematis, memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh islam dalam mensyariatkan peraturan-peraturannya, yaitu dengan cara periodic (hierarkis/tadarru).
Laporan-laporan sejarah telah membuktikan adanya sistem sosiokultural yang berbeda antara Mekah dan Madinah. Mekah dihuni kmunitas atheis yang keras kepala dengan aksinya yang selalu menghalangi dakwah Nabi dan para sahabatnya, sedangkan di Madinah setelah Nabi hijrah ke sana terdapat tiga komunitas muslim yang terdiri kelompok Muhajirin dan Anshar, komunitas munafik, dan komunitas Yahudi. Al-Qur’an menyadari benar perbedaan sosio-kultural antara kedua tempat itu. Oleh karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan bagi penghni Mekah sangat berbeda dengan alur yang diturunakn bagi penduduk Madaniyah.
D. MACAM-MACAM SURAT MAKIYAH DAN MADANIYAH
Menurut edisi standart Mesir, 86 surat termasuk dalam periode Mekah, sementara 28 surat lainnya berasal dari periode Madinah. Dasar dari determinasi kronologis ini adalah permulaan surat. Sebuah surat, misalnya, dianggap dari Mekah jika ayat-ayat awalnya diturunkan di Mekah, meskipun berisi juga ayat-ayat yang diturunkan di Madinah. Terkadang, ada juga perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai apakah surat ini termasuk Makkiyyah dan Madaniyyah. Tidaklah mengejutkan jika prinsip klasifikasi yang diterapkan kaum muslimin menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Perbedaan kesimpulan ini lebih banyak ditemukan jika dibandingkan dengan yang disimpulkan oleh para sarjana Barat.
Dalam pandangan para sarjana muslim, pijakan pertama untuk mengklasifikasikan bagian ayat-ayat Al-Qur’an adalah hadis dan pernyataan-pernyataan para mufassir belakangan. Meskipun tampak member perhatian pada bukti-bukti internal, para sarjana muslim yang mula-mula jarang menggunakannya secara eksplisit dalam argumentasi-argumentasinya. Hadis-hadis yang dipermasalahkan di sini biasanya kurang lebih bermakna bahwa suatu bagian Al-Qur’an tertentu diwahyukan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Jadi, surat ‘Abasa [80]: 1-10 dikatakan diwahyukan ketika seorang buta bernama Abdullah bin Umm Msktum menemui Muhammad takkala beliau berbincang-bincang dengan beberapa pembesar Quraisy yang diharapkan dapat membujuknya. Sebuah sontoh tentang susunan kronologi revelasi (pewahyuan) Al-Qur’an yang ditulis seorang sarjana klasik, bisa disebutkan disini, dari Ibn Nazhim dalam Al-Fihrists yang memiliki klasifikasi penentuan surat-surat Makkiyah dari Nu’man Ibn Bashir:
Para sarjana muslim pun sepakat bahwa ayat-ayat yang diturunkan di Madinah bisa saja merupakan bagian dari surat yang dirancang sebagai surat Makkiyah (menurut prinsip permulaan di atas), atau sebaliknya.
Contoh lainnya adalah kronologi revelasi yang ditulis Abu Al-Qasim Al-Naisaburi yang mengikuti sistem penanggalan Al-Qur’ann berdasarkan sejarah dan masa turunnya (manhaj tarikhy zamany). Ia membagi kronologi Al-Qur’am dalam tiga tahap. Pertama, tahap permulaan (marhalah ibtida’iyah):
Surat Al-‘Alaq [96]
Surat Al-Mudatstsir [74]
Surat At-Takwir [81]
Surat Al-A’la [87]
Surat Al-Lail [92]
Surat Al-Insyirah [94]
Surat Al-‘Adiyah [100]
Surat At-Takasur [102]
Surat An-Najm [53]
Kedua tahap pertengahan (marhalah mutawasithah). Di antara surat-surat yang turun salam tahap pertengahan Mekkah adalah:
Surat ‘Abasa [80]
Surat Ath-Thin [95]
Surat Al-Qari’ah [101]
Surat Al-Qiyammah [75]
Surat Al-Mursalat [77]
Surat Al-Balad [90]
Surat Al-Hijr [15]
Ketiga, tahap akhir ( marhalah khatamiyah). Di antara surat-surat yang turun dalam tahap akhir di Mekah adalah:
Surat Ash-Shaffat [37]
Surat Az-Zukhruf [43]
Surat Ad-Dukhan [44]
Surat Adz-Dzariyyat [51]
Surat Al-Kahfi [18]
Surat Ibrahim [14]
Surat As-Sajdah [32]
Sistem penanggalan Makkiyah dan Madaniyyah yang telah dikemukakan seperti terlihat diatas, didasarkan pada tida asumsi; pertama, surat-surat Al-Qur’an yang ada sekarang ini merupakan unit-unit wahyu orisinal. Kedua, adalah memungkinkan untuk menetapkan tatanan kronologisnya. Ketiga, bahan-bahan tradisional termasuk literature hadis, sirah (sejarah), asbab An-Nuzul, nasikh-mansukh, serta kitab-kitab tafsir bi Al-ma’tsur telah menyediakan suatu basis yang kukuh untuk penanggalan surat-surat Al-Qur’an yang lebih menitik beratkan sistem penanggalannya kepada perkembangan atau peralihan tema dan bagian-bagian individual sebagai unit wahyu orisinil.
Semua upaya modern yang ditujukan pada penyusunan periodisasi sejarah Al-Qur’an berpangkal dari karya pioneer yang ditulis oleh seorang sarjana Jerman bernama Theodore Noldeke (studi Orisinil Noldake, Geschihte des Qur’ans), yang pertama kali terbit pada tahun 1860. Edisi keduanya yang telah direvisi dan deperluaskan oleh muridnya, Schwally, dan kemudian oleh Begstrasser dan Pretzel ditebitkan secara berturut-turut pada tahum 1909,1982, edisi salinan ketiga volume tersebut terakhir diterbitkan oleh Hildesheim pada tahun 1961.
Noldeke membagi triparti dari surat-surat Mekah ke dalam periode awal, mengengah, dan akhir, suatu standar bagi sarjana-sarjana yang kemudian. Meskipun dia tidak pernah mengklaim bahwa adalah mungkin untuk menetapkan kronologi menyeluruh atas semua teks Al-Qur’an dengan kepastian yang tidak bisa dipertanggung jawabkan (tujuan noldeke adalah menetapkan kolerasi yang tepat antara relevansi Al-Qur’an dengan framework biografis sirah). Namun, usaha-usaha yang belakangan, terutama yang dilakkukan Richard Bell, berupaya menyelesaikan tugas tersebut denganmenyerahkan semua energinya untuk menyusun seluruh kronologis teks Al-Qur’an sampai sekecil-kecilnya. Hasilnya, karyanya itu sungguh-sungguh sangat ekstrensik. Ia lebih mencerminkan karya dari sosok patologis dari seorang misionaris Scot ketimbang karya mengenai susunan kronologis revelasi Al-Qur’an. Meskipun banyak sarjana muslim sering menganggap usaha-usaha para sarjana Barat semacam itu tidak ilmiah (prinsip penentuan turunnya ayat dalam matriks biografis sirah, menurut pendapat mereka, bukanlah merupakan serangan ideologis terhadap kitab suci), kecil kemungkinan bisa dihasilkannya suatu karya yang lebih dari sekedar generalisasi kasar atau umum, bahkan melalui metode-metode modern terbaik sekalipun.
Inilah klasifikasi surat-surat Al-Qur’an sebagaimana diajukan Noldeke:
Periode Mekah I : surat Al-‘Alaq [96], Surat Al-Mudatstsir [74], Surat Al-Lahab [111], surat Al-Kautsar [108], surat Al-Humazah [104], surat Al-Ma’un [107], surat At-Takwir [102], aurat Al-Fill [105], surat Al-Lail [92], Surat Al-Balad [90], surat Al-Insyirah [94], Surat Ad-Dhuha [93], Surat Al-Qadar [97], Surat Ath-Tariq [86], Surat Asy-Syams [91], Surat ‘abasa [80], Surat Al-Qalam [68], Surat Al-A’la [87], Surat AT-Tiin [95], Surat Al-‘Ashr [103], surat At-Tariq [85], Surat Al-Muzammil [73], Surat Al-Qari’ah [101], Surat Az-Zalzalah [99], Surat Al-Infithar [82], Surat At-Takwir [81], Surat An-Najm [53], Surat Al-Insyiqaq [844], Surat Al-‘Adiyah [100], Surat An-Nazi’at [79],Surat Al-Mursalat [77], Surat An-Naba’ [78], Surat Al-Ghasyiyah [88], Surah Al-Fajr [89], Surat Al-Qiyamah [75], Surat Al-Muthaffifin [83], Surat Al-Haqqah [69], Surat Adz-Dzariyyat [51], Surat Ath-Thur [52], Surat Al-Waqi'ah [56], Surat Al-Ma'arij [70], Surat Ar-Rahman [55], Surat Al-Ikhlash [112], Surat Al-Kafirun [109], Surat Al-Falaq [113], Surat An-Nas [114], surat Al-Fatihah [1].
Periode Mekah II : Surat Al-Qamar [54], Surat Ash-Shaffat [37], Surat Nuh [71], surat Al-lnsan [76], Surat Ad-Dukhan [44], Surat Qaf [50], Surat Thaha [20], Surat Asy-Syura [26], Surat Al-Hijr [15], Surat Maryam [19], Surat Shad [38], Surat Yaa Siin [36], Surat Az-Zukhruf [43], Surat Al-Jin [72], Surat Al-Mulk [67], Surat Al-Mu'minun [23], Surat Al-Anbiya' [21], Surat Al-Furqan [25], Surat Al-lsra' [17], Surat An-Naml [27], Surat Al-Kahfi [18].
Periode Mekah III : Surat As-sajdah [32], Surat Fushshilat [41], Surat Al-Jatsiyyah [45], Surat An-Nahl [16], Surat Ar-Rum [30], Surat Hud [11], Surat Ibrahim [14], Surat Yusuf [12], Surat Al-Mu'min [40], Surat Al-Qashshash [28], Surat Az-Zumar [39], Surat Al-Ankabut [29], Surat Luqman [31], Surat Asy-Syura [42], Surat Yunus [10], Surat Saba' [34], Surat Fathir [35], Surat Al-A'raf [7], Surat Al-Ahqaf [46], Surat Al-An'am [6], Surat Ar-Ra'd [13].
Periode Madinah : Surat Al-Baqarah [2], Surat Al-Bayyinah [98], Surat At-Taghabun [64], Surat Al-Jumu'ah [62], Surat Al-Anfal [8], Surat Muhammad [47], Surat Ali ‘Imran [3], Surat Ash-Shaff [61], Surat Al-Hadid [57], Surat An-Nisa' [4], Surat Ath-Thalaq [85], Surat Al-Hasyr [59], Surat Al-Ahzab [33], Surat Al- Munafiqun [63], Surat An-Nur [24], Surat Al-Mujadalah [58], Surat Al-Hajj [22], Surat Al-Fath [48], Surat At-Tahrim [66], Surat Al-Mumtahanah [60], Surat An-Nashr [110], Surat Al-Hujurat [49], Surat Yunus [10], Surat Al-Ma'idah [5].
Sebenarnya, sistem penanggalan empat periode Noldeke di atas, dipengaruhi sistem penanggalan yang dirumuskan Gustav Weil. Weil dipandang sebagai sarjana Barat pertama yang melakukan kajian penanggalan Al-Qur’an dan pendiri madzhab penanggalan empat periode, lewat karya monumentalnya, Histoisch-kristisch Einteitung in der Koran (1844, 1878). Ia menerima teori sarjana muslim bahwa surat-surat Al-Qur’an merupakan unit-unit dari wahyu, sehingga dapat disusun dalam suatu tatanan kronologis dengan berpijak kepada hadis-hadis. Akan tetapi, ia berbeda dengan sarjana muslim ketika membagi surat-surat Makkiyyah ke dalam tiga periode. Periode pertama (awal), kedua (tengah), dan periode ketiga (akhir). Sementara periode Madinah tetap diterimanya.
Titik pembabakan penanggalan empat periode di atas adalah masa Nabi hijrah ke Abesina (± 615 M), waktu kembalinya Nabi dari Tha'if (± 620 M) dan perisitiwa hijrah ke Madinah (± 622 M). Weil juga memperkenalkan tiga kriteria penyusunan kronologis surat-surat Al-Qur’an :
Rujukan pada peristiwa-peristiwa historis yang diketahui dari sumber-sumber lainnya;
Karakter wahyu-wahyu sebagai refleksi dan perubahan-perubahan situasi dan peran Muhammad SAW; dan
Penampakan luaran atau bentuk wahyu. Sistem penanggalan empat periode Weil, asumsinya tentang Al-Qur’an dan kriteria tentang penanggalannya, kemudian mempengaruhi dan diikuti oleh sarjana-sarjana Barat.
Susunan kronologis surat-surat Al-Qur’an versi Weil adalah sebagai berikut :
Periode Mekah I : Surat Al-'Alaq [96], Surat Al-Mudatstsir [74], Surat Al- Muzammil [73], Surat Al-Quraisy [106], Surat Al-Lahab [111], Surat An-Najm [53], Surat At-Takwir [81], Surat Al-Qalam [68], Surat Al-A'la [87], Surat Al-Lail [92], Surat Al-Fajr [89], Surat Al-'Alaq [96], Surat Al-Insyirah [94], Surat Al-‘Ashr [103], Surat Al-'Adiyah [100], Surat Al-Kautsar [108], Surat At-Takwir [102], Surat Al-Ma'un [107], Surat Al-Kafirun [109], Surat Al-Fil [105], Surat At-Falaq [113], Surat An-Nas [114], Surat Al-Ikhlash [112], Surat ‘Abasa [90], Surat Al-Qadar [97], Surat Asy-Syams [91], Surat Ath-Thariq [85], Surat Al-Balad [90], Surat Ath-Thin [95], Surat Al-Qari'ah [101], Surat Al-Qiyamah [75], Surat Al-Humazah [104], Surat Al-Mursalat [77], Surat Ath-Thariq [86], Surat Al-Ma’arij [70], Surat An-Naba' [78], Surat An-Nazi’at [79], Surat Al-Infithar [82], Surat Al-Waqi'ah [56], Surat Al-Ghasyiyah [88], Surat Ath-Thur [52], Surat Al-Haqqah [69], Surat Al-Muthaffifin [93], Surat Az-Zalzalah [99].
Periode Mekah II : Surat Al-Fatihah [1], Surat Adz-Dzariyyat [51], Surat Yaa Siin [36], Surat Qaf [50], Sur:at Al-Qamar [54], Surat Maryam [19], Surat Thaha [20], Surat Al-Anbiya' [21], Surat Al-Mu'minun [23], Surat Al-Furqan [25], Surat Asy-Syu’ara [26], Surat Al-Mulk [67], Surat Ash-Shaffat [37], Surat Shad [38], Surat Az-Zukhruf [43], Surat Nuh [71], Surat Ar-Rahman [55], Surat Al-Hijr [15], Surat Al-lnsan [76].
Periode Mekah III : Surat Al-A'raf [7], Surat Al-Jin [72], Surat Fathir [35], Surat An-Nam [27], Surat Al-Qashshash [28], Surat Al-lsra [17], Surat Yunus [10], Surat Hud [11], Surat Yusuf [12], Surat Al-An'am [6], Surat Luqman [31], Surat Saba' [34], Surat Az-Zumar [39], Surat Al-Mu'min [40], Surat As-Sajdah [32], Surat Asy-Syu’ara [42], Surat Al-Jatsiyyah [45], Surat Al-Ahqaf [46], Surat Al-Kahfi [18], Surat An-Nahl [16], Surat Ibrahim [14], Surat Fushshilat [41], Surat Ar-Rum [30], Surat Al-Ankabut [29], Surat Ar-Ra'd [13], Surat At-Taghabun [64].
Periode Madinah : Surat Al-Baqarah [2], Surat Al-Bayyinah [98], Surat At- Taghabun [64], Surat Al-Jumu'ah [62], Surat Al-Anfal [8], Surat Muhammad [47], Surat Ali-'Imran [3], Surat Al-Hasyr [59], Surat An-Nur [24], Surat Al-Munafiqun [63], Surat Al-Ahzab [33], Surat Al-Fath [48], Surat An-Nashr [110], Surat Ash-Shaff [61], Surat Al-Mumtahanah [60], Surat Al-Mujadalah [58], Surat Al-Hujurat [49], Surat At-Tahrim [66], Surat Yunus [10], Surat Al-Ma'idah [5].
Jika dilakukan perbandingan antara kronologis Weil dan Noldeke, terlihat bahwa surat-surat Al-Qur’an yang dimasukkan Weil ke dalam periode Mekah pertama (awal) seluruhnya diterima Noldeke dengan tambahan tiga surat lainnya (surat Al-Fatihah [1], Surat Adz-Dzariyyat [51] dan Surat Ar-Rahman [55]. Demikian pula, dalam periode-periode selanjutnya, hanya terlihat sedikit perbedaan antara kedua sarjana tersebut.
E. KEGUNAAN STUDI MAKKIYAH DAN MADANIYYAH
An-Naisaburi, dalam kitabnya At-Tanbih 'ala Fadhl 'Ulum Al-Quran, memandang subjek Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai ilmu Al-Qur’an yang paling utama. Sementara itu, Manna' Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskipsikan urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut.
1. Membantu dalam Menafsirkan Al-Quran
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an tentu sangat membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan kekhususan. Dengan mengetahui kronologis Al-Qur’an pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa diketahui melalui kronologi Al-Qur’an.
2. Pedoman bagi Langkah-langkah Dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat Makkiyyah dan ayat-ayat Madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu, dakwah islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Disamping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodisasi Makkiyyah dan Madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.
3. Memberi Informasi tentang Sirah Kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik di Mekah atau di Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi itu. Informasinya tidak bisa diragukan lagi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Makkiyah adalah keseluruhan surat-surat dalam Al-Qur’an yang diturunkan di Kota Makkah, yakni pada masa Nabi Muhammad SAW bermukim di Makkah, yaitu selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, dari 17 Ramadhantahun 41 dari milad hingga Rabi’ul Awal tahun 54 dari Milad Nabi Muhammad SAW.
Sementara Madaniyah adalah semua surat-surat dalam Al-Qur’an yang diturunkan di Kota Madinah. Surat-surat yang masuk ke dalam surat Madaniyah adalah surat-surat yang turun ketika Nabi Muhammad SAW sudah melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, dari permulaan Rabi’ul Awal tahun 54 dari milad Nabi Muhammad SAW sampai 9 Dzulhijjah tahun 63 dari milad Nabi atau tahun 10 Hiiriyah.
Banyak manfaat bila kita mengetahui ayat makkiyah dan madaniyah. Di antaranya kita dapat membedakan mana ayat Nasikh dan ayat Mansukh, mengetahui pensyairatkan hukum dan penurunan Al-Qur’an secara berangsur-angsur, mempermudah dalam menafsirkan Al-Qur’an dan memahami pengertiannya, serta mempermudah dalam menghayati ayat-ayat Al-Qur’an dan menirunya dalam menyampaikan dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/madaniyah diakses 18/09/2016 pukul 22.53 WIB.
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/makkiyah diakses 18/09/2016 pukul 23.06 WIB.
Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag.2012.Ulum Al-Quran.Bandung :CV.Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar